Ketika membahas kuliner khas Sumatera Selatan, terutama Palembang, tak mungkin melewatkan pempek. Makanan ini bukan hanya populer di Indonesia, tetapi juga sudah dikenal oleh wisatawan mancanegara sebagai ikon kuliner Palembang. Terbuat dari ikan giling dan tepung sagu, pempek biasanya disajikan dengan kuah cuko yang asam, manis, dan pedas. Namun, di balik kenikmatan rasa pempek, ada kisah sejarah yang menarik—yakni pengaruh dari budaya Tionghoa, khususnya para pedagang dan turis asal Tiongkok yang datang ke Palembang pada masa lampau.
Pempek adalah hasil perpaduan antara kekayaan sumber daya lokal Palembang—terutama hasil perikanan Sungai Musi—dan akulturasi budaya asing yang membentuk identitas makanan ini seperti yang kita kenal sekarang.
Jejak Awal: Kedatangan Pedagang China ke Palembang
Palembang telah menjadi kota pelabuhan penting sejak berabad-abad lalu. Letaknya yang strategis di tepi Sungai Musi menjadikan kota ini titik temu perdagangan dari berbagai bangsa, termasuk Tiongkok. Pedagang dan turis asal China telah berlabuh di wilayah ini sejak abad ke-7, terutama saat Dinasti Tang dan Song mengembangkan jalur dagang laut Asia Tenggara.
Kedatangan mereka tidak hanya membawa barang dagangan, tetapi juga budaya dan kuliner. Salah satu pengaruh yang paling nyata adalah teknik pengolahan makanan berbasis tepung dan ikan, yang dalam budaya China dikenal dalam bentuk seperti fish cake (yu wan), dim sum, atau bakso ikan. Gagasan inilah yang lambat laun menginspirasi masyarakat lokal untuk mengolah ikan sungai menjadi makanan yang tahan lama, lezat, dan bisa dijual di pasar.
Lahirnya Pempek sebagai Hasil Akulturasi
Menurut cerita yang berkembang secara turun-temurun, pempek pertama kali diciptakan oleh seorang warga keturunan Tionghoa di Palembang pada awal abad ke-16. Ia merasa prihatin melihat banyak ikan hasil tangkapan Sungai Musi yang tidak dimanfaatkan secara maksimal dan akhirnya membusuk. Terinspirasi dari cara memasak khas kampung halamannya di China, ia mencoba mencampur ikan dengan tepung sagu dan bumbu sederhana, kemudian digoreng.
Makanan ini kemudian dikenal masyarakat sebagai “empek-empek”—sebutan yang diyakini berasal dari kata “apek,” yaitu panggilan umum untuk lelaki tua keturunan Tionghoa. Lama-kelamaan, makanan ini disederhanakan penyebutannya menjadi pempek.
Tak butuh waktu lama bagi pempek untuk menjadi makanan favorit masyarakat Palembang karena mudah dibuat, bergizi, dan cocok dengan lidah lokal yang menyukai makanan gurih dan pedas. Kombinasi kuah cuko yang terbuat dari gula aren, asam jawa, cabai, dan bawang putih semakin memperkuat identitas rasa khas pempek.
Jenis-Jenis Pempek yang Terkenal
Pempek memiliki berbagai varian bentuk dan isian, yang membuatnya semakin menarik dan kaya rasa. Beberapa jenis pempek yang paling terkenal antara lain:
-
Pempek Kapal Selam: Berisi telur ayam di bagian dalam, dianggap sebagai varian paling istimewa.
-
Pempek Lenjer: Bentuknya panjang dan polos, cocok untuk digoreng atau dikukus ulang.
-
Pempek Adaan: Berbentuk bulat seperti bakso, terbuat dari adonan yang dicampur santan dan digoreng langsung.
-
Pempek Kulit: Menggunakan kulit ikan sebagai bahan utama, memberikan rasa gurih yang khas.
-
Pempek Keriting dan Pistel: Dengan bentuk unik dan isi pepaya muda, menunjukkan kreativitas masyarakat Palembang dalam mengolah makanan.
Semua jenis pempek ini disajikan bersama cuko yang disesuaikan tingkat kepedasannya, menambah kekhasan rasa setiap gigitan.
Pempek di Era Modern: Dari Gerobak ke Restoran Internasional
Dahulu, pempek hanya dijual oleh pedagang kaki lima atau dijajakan di pasar tradisional. Namun kini, pempek telah naik kelas menjadi sajian restoran mewah, bahkan tersedia di bandara dan pusat oleh-oleh. Beberapa merek pempek terkenal bahkan telah mengekspor produknya ke luar negeri, terutama ke Malaysia, Singapura, dan Belanda.
Inovasi juga terus dilakukan, seperti pembuatan pempek instan yang bisa diseduh seperti mie, hingga pempek berbahan non-ikan untuk memenuhi kebutuhan vegetarian. Ada pula pempek panggang, pempek isi keju, hingga pempek mini untuk camilan praktis.
Meski demikian, cita rasa aslinya tetap dipertahankan. Banyak pengusaha pempek yang tetap menggunakan ikan belida atau tenggiri sebagai bahan utama untuk menjaga kualitas rasa.
Simbol Identitas Budaya Palembang
Bagi masyarakat Palembang, pempek bukan hanya makanan, melainkan simbol identitas budaya. Ia hadir dalam setiap momen penting: dari sekadar santapan sore, suguhan tamu, hingga jamuan resmi pemerintah daerah. Bahkan, pempek sering dijadikan duta kuliner saat Palembang mengikuti pameran budaya dan pariwisata internasional.
Hubungan erat antara masyarakat dan pempek menciptakan keterikatan emosional. Banyak perantau Palembang yang merasa “pulang” ketika mencicipi pempek di kota lain. Sebaliknya, banyak wisatawan yang merasa kunjungannya ke Palembang belum lengkap tanpa mencicipi pempek langsung di tempat asalnya.
Kesimpulan
Pempek adalah contoh nyata bagaimana pengaruh budaya luar bisa diadaptasi dan dipadukan dengan kearifan lokal hingga menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas daerah. Jejak pengaruh Tionghoa yang melebur dalam adonan pempek menunjukkan bahwa kuliner adalah bahasa universal yang menyatukan perbedaan.
Dari sungai Musi hingga dapur dunia, pempek telah membuktikan bahwa makanan bukan sekadar pengisi perut, tetapi juga pengikat sejarah, budaya, dan rasa cinta pada tradisi. Maka tak heran, pempek bukan hanya dibanggakan oleh warga Palembang, tetapi juga oleh seluruh masyarakat Indonesia.